1.
Kedudukan Hukum
Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat (ubi socitas ibi ius), sebab antara
keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Oleh karena hukum sifatnya universal
dan hukum mengatur semua aspek kehidupan masyarakat ( poleksosbud-hankam )
dengan tidak ada satupun segi kehidupan manusia dalam masyarakat yang luput
dari sentuhan hukum.
Keadaan hukum suatu masyarakat akan dipengaruhi oleh
perkembangan dan perubahan-perubahan yang berlangsung secara terus-menerus
dalam masyarakat, pada semua bidang kehidupan. Soerjono Soekanto mengatakan,
bahwa proses hukum berlangsung di
dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.
dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.
2.
Fungsi Hukum
Dalam sejarah pemikiran ilmu hukum terdapat dua paham
yang berbeda yaitu :
1. Menurut Mazhab Sejarah dan
Kebudayaan ( Cultuur histirische school
) oleh Frederich Carl Von Savigny (1799-1861), seorang ahli hukum jerman.
Pendapatnya, bahwa fungsi hukum hanyalah mengikuti perubahan-perubahan itu dan
sedapat mungkin mengesahkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
2. Jeremy Bentham (1748-1852)
ahli hukum Inggris, dan dikembangkan oleh Roscoe Pound (1870-1964) ahli hukum
USA dari aliran Sociological
Jurisprudience. Pendapatnya, bahwa hukum berfungsi sebagai sarana untuk
melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Sementara
menurut Sarjono Soekanto, dalam pandagan para ahli hukum terdapat dua bidang
kajian yang meletakkan fungsi hukum di dalamnya yaitu :
1. Terhadap bidang-bidang
kehidupan masyarakat yang sifatnya netral ( duniawi, lahiriah ), hukum
berfungsi sebagai sarana untuk melakukan perubahan masyarakat (social engineering );
2. Terhadap bidang-bidang
kehidupan masyarakat yang sifatnya peka (sensitive, rohaniah), hukum berfungsi
sebagai sarana untuk melakukan pengendalian sosial (social control).
1.
Pengertian
Tata hukum terbagi atas
tertulis dan tidak tertulis. Dari segi etimologi Tata Hukum mempunyai
pengertian yaitu, menata, menyusun, dan mengatur tertib kehidupan masyarakat.
Menurut CST Kansil, Tata
Hukum sebagai suatu susunan merupakan suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya
saling berhubungan dan saling menentukan pun saling mengimbangi.
Adapun maksud dan tujuan
Tata Hukum Indonesia adalah menata, menyusun , mengatur tertib kehidupan
masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya sifat Tata
Hukum Indonesia antara lain :
1. Berlaku sah bagi
masyarakat Indonesia;
2. Dibuat, ditetapkan dan
dipertetapkan oleh penguasa masyarakat hukum Indonesia.
Tujuan mempelajari Tata Hukum Indonesia yaitu untuk
mengetahui hukum yang berlaku di Indonesia sekarang. Hukum sekarang dalam suatu
negara di sebut Ius Constitutum atau hukum tertulis (hukum positif) lawannya Ius Constituendumatau yang masih dalam rancangan (hukum yang
dicita-citakan). Jadi hukum yang berlaku di Indonesia Hukum Positif Indonesia.
2.
Sejarah Tata Hukum
Indonesia
Sejarah Tata Hukum Indonesia dimulai sejak berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, dimana kemerdekaan Republik
Indonesia diproklamasikan.
Dengan adanya proklamsi berarti sejak saat itu bangsa
Indonesia telah menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri, yaitu hukum
bangsa Indonesia dengan Tata Hukum Indonesia.
Dengan demikian jelaslah bahwa dengan proklamasi
berarti pula memiliki dua arti, pertama
menegarakan Indonesia dan , kedua
menetapkan Tata Hukum Indonesia. Kesempurnaan Negara dan Tata Hukumnya itu
lebih lengkap dengan diundangkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang
di dalamnya secara garis besar tertulis tentang Tata Hukum Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya UUD 1945 mengalami
pasang naik dan pasang surut , antara lain :
2.1.
Periode Sebelum Dekrit Presiden 5
Juli 1959
Berdasarkan pada UUDS 1950
dan konstitusi RIS 1949, peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri dari
:
1. Undang-undang Dasar (UUD);
2. Undang-undang (biasa) dan
Undang-undang Darurat;
3. Peraturan Pemerintah
tingkat Pusat;
4. Peraturan Pemerintah
tingkat Daerah.
2.1.1. Undang-undang Dasar
UUD adalah suatu piagam yang
menyatakan cita-cita bangsa dan memuat garis besar dasar dan tujuan Negara.
2.1.2. Undang-undang
a.
UU
Biasa ialah peraturan negara yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintahan
pada umumnya yang dibentuk berdasarkan dan untuk melaksanakan Undang-Undang
Dasar.
b. UU Darurat yaitu
Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah sendiri atas kuasa dan tanggung jawab
pemerintah yang karena keadaan mendesak perlu diatur dengan segera.
2.1.3. Peraturan Pemerintah Pusat
Peraturan Pemerintah Pusat adalah
suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk melaksanakan
undang-undang. Peraturan Pemerintah dibuat semata-mata oleh pemerintah tanpa
kerja sama dengan DPR.
2.1.4. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah semua
peraturan yang dibuat oleh Pemerintah setempat untuk melaksanakan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya.
2.2.
Periode Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Untuk mengatur
masyarakat dan menyelenggarakan kesejahteraan umum seluruh rakyat, Pemerintah
mengeluarkan berbagai macam peraturan negara yang disebut dengan peraturan
perundangan.
Adapun
bentuk-bentuk dan tata urutan peraturan perundangan RI sekarang ini menurut
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 kemudian dikuatkan oleh Tap No. V/MPR/1973
adalah sebagai berikut :
1.
Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945);
2.
Ketetapan
MPRS/MPR;
3.
Undang-Undang
(UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU);
4.
Peraturan
Pemerintah (PP);
5.
Keputusan
Presiden (Kepres);
6.
Peraturan –peraturan
pelaksana lainnya seperti :
a.
Peraturan
Menteri;
b.
Instruksi
Menteri
c.
Peraturan
Daerah (Perda), dan Sebagainya.
2.2.1.
UUD
1945
Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar
tertulis, sedangkan disamping UUD ini berlaku juga hukum dasar yang tidak
tertulis, yang merupakan sumber hukum, misalnya kebiasaan-kebiasaan (konvensi), traktat dan sebagainya.
2.2.2.
Ketetapan
MPRS/MPR
Ketetapan MPR adalah bentuk produk
legislative yang merupakan keputusan musyawarah MPR, yang ditujukan mengatur
tentang garis-garis besar dalam bidang legislative dan eksekutif.
2.2.3.
Undang-undang
atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Undang-Undang adalah salah satu bentuk
peraturan perundangan yang diadakan untuk melaksanakan UUD dan ketetapan MPR.
Selain itu juga mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam UUD 1945 maupun
ketetapan MPR. Undang-undang yang dibentuk berdasarkan ketentuan dalam UUD
dinamakan undang-undang organik. UU organik bertujuan untuk pelaksanaan dari
suatu UUD, misalnya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dibentuk
untuk melaksanakan Pasal 18 UUD 1945.
Suatu Undang-Undang mulai sah berlaku
apabila telah diundangkan dalam lembaran negara oleh Sekretaris Negara, dan
tanggal berlakunya suatu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan dalam
undang-undang itu. Jika tidak disebutkan maka berlaku 30 hari setelah
diundangkan untuk Jawa dan Madura dan 100 hari untuk daerah lain.
Sehubungan dengan berlakunya suatu
undang-undang, terdapat beberapa asas Peraturan Perundangan :
1.
Undang-undang
tidak berlaku surut;
2.
Undang-undang
yang dibuat penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
pula;
3.
Undang-undang
yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum;
4.
Undang-undang
yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang yang terdahulu (yang mengatur
hal yang sama);
5.
Undang-undang
tidak dapat diganggu gugat.
Pada suatu masa undang-undang dapat
dinyatakan tidak berlaku lagi apa bila :
1.
Jangka
waktu berlakunya yang telah ditentukan oleh UU yang bersangkutan sudah habis;
2.
Keadaan
atau hal untuk mana UU itu dibuat sudah tidak ada lagi;
3.
UU itu
dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi;
4.
Telah ada UU yang baru yang isinya
bertentangan atau berlainan dengan UU yang dahulu berlaku.
2.2.4.
Peraturan
Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah diadakan untuk
melaksanakan undang-undang, maka tidak mungkin presiden menetapkan peraturan
pemerintah sebelum ada undang-undang. Peraturan pemerintah memuat aturan-aturan
umum umtuk melaksanakan undang-undang.
2.2.5.
Keputusan
Presiden (Kepres)
UU, Perpu, dan PP adalah peraturan yang
disebutkan dalam UUD 1945. Kepres sebagai bentuk peraturan yang baru,
ditetapkan oleh Tap MPRS No.XX/MPRS/1966. Kepres berisi keputusan yang bersifat
khusus (einmalig) yaitu untuk melaksanakan ketentuan UUD 1945 yang bersangkutan
dengan Tap MPR(S) dalam bidang eksekutif, UU/Perpu atau PP.
2.2.6.
Peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya
Peraturan ini merupakan bentuk peraturan
yang ada setelah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966. Peraturan pelaksana lainnya (baik
dikeluarkan oleh pejabat sipil maupun pejabat militer) dapat berbentuk :
Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Keputusan Panglima TNI, dll, haruslah
dengan tegas bersumber dan berdasarkan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
2.2.7.
Peraturan
Daerah
Peraturan Daerah adalah peraturan lain yang
dibuat oleh pemerintah daerah, baik pemerintah propinsi ataupun pemerintah
kabupaten dan kota, dalam rangka mengatur rumah tangganya sendiri.
2.3.
Periode Setelah Amandemen
UUD 1945 [ 10 Agustus 2002 ]
Dalam rangka pembaharuan
sistem peraturan perundang-undangan di era reformasi dewasa ini, Sidang Tahunan
MPR Tahun 2000 telah menetapkan Ketetapan No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Perundang-undangan sebagai berikut :
1.
Undang-Undang Dasar 1945,
2.
TAP MPR
3.
Undang-Undang,
4.
Perpu,
5.
PP
6.
Kepres, dan
7.
Perda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar