Fay menerawang langit-langit
kamarnya, bayangan masa lalu yang ingin ia lupakan kini hadir kembali. 1 tahun
lamanya ia memendam rasa kecewa pada Dio, mantan kekasihnya yang tiba-tiba
memutuskan
berpisah dengannya. Fay sempat bingung, toh selama ini dia tidak pernah membuat kesalahan apa-apa dengan Dio, tapi kenapa tiba-tiba dia ingin berpisah? Ini tak masuk akal, pikir Fay saat itu.
berpisah dengannya. Fay sempat bingung, toh selama ini dia tidak pernah membuat kesalahan apa-apa dengan Dio, tapi kenapa tiba-tiba dia ingin berpisah? Ini tak masuk akal, pikir Fay saat itu.
“Tapi kenapa, Di? Apa aku punya
kesalahan sama kamu? Apa sikap aku ada yang kamu nggak suka?” saat itu Fay meminta
penjelasan logis dari Dio yang tak berani menatapnya.
“Bukan, Fay… kamu tuh di mata
aku sangat istimewa, dan akupun ternyata nggak pantes untuk milikin kamu, aku
nggak lebih baik dari cowok-cowok lain,” Dio menatap Fay dalam-dalam tapi
seketika itu pun juga ia melangkah menjauhi Fay
“Alasan yang kamu buat
bener-bener nggak masuk akal, dan kenapa kamu harus berpikiran kayak gitu? Aku
nggak pernah ngerasa nggak cocok sama kamu, kenapa kamu rela nglepasin aku
dengan alasan kamu nggak baik kayak cowok lain? Kamu tuh tetep yang terbaik di
mata aku,” potong Fay yang membuat Dio berhenti dan berbalik lalu memeluknya.
“Maafin aku, Fay! Mungkin emang
sebaiknya kita pisah, dan esok akan ada cowok lagi selain aku…”Dio melepas
pelukannya lalu meninggalkan Fay yang terpuruk disana…
Fay terbangun dan tersadar kalo semuanya udah berakhir
dan nggak ada yang bisa ngerubah waktu itu lagi. Dan sekarang pun ia tak tahu
dimana Dio sekarang…
***
Pagi hari di sekolah, Fay
berjalan di koridor. Ia hendak berlari namun tangan seseorang menepuknya. Ryan.
Cowok berkulit putih, cakep, dan tentunya naksir Fay ini selalu menemui sang
pujaan hatinya setiap saat untuk menarik perhatian Fay, namun tak satu pun
sikap Ryan yang membuat Fay menerima cintanya.
“Kenapa, Ry?”
“Nggh, lo entar malam ada acara
nggak?” untuk yang kesekian kalinya Ryan mengajak dinner Fay, namun sekian kali
juga Fay menolaknya.
“Nggak! Emang kenapa?”
“Mau nggak dinner sama gue?”
jantung Ryan udah mau copot, ia takut kalo akhirnya Fay tak mau diajaknya
seperti hari-hari kemarin.
“Liat entar deh, kalo nggak
sibuk ya? Akhir-akhir ini kan banyak banget ulangan. Entar gue kabarin ya?
Dah.”
Fay meninggalkan Ryan ke dalam
kelasnya, Ryan hanya mendengus pelan, mungkin memang ia harus bersabar untuk
menarik perhatian Fay yang susah sekali untuk didekati.
“Fay, lo diajak jalan Ryan lagi
ya? Terus lo mau nggak?”Dita langsung menyerbu Fay dengan pertanyaan.
“Gue nggak jawab! Lagipula
entar kalo ada ulangan, gimana? Dinner juga nggak penting,”
“Faya Arenita, lo mikirin nggak
sih perasaan Ryan yang selalu ngajak elo jalan tapi nggak pernah lo turutin?
Apa lo pikir dia nggak kecewa?”
“Kalo soal itu gue nggak
nanggung, gue udah nolak dia dan ternyata dia masih nggak ngejauh, ya udah
terserah dia.”
“Tapi kenapa lo nggak ngebuka
hati buat dia sih? Ryan itu baik, Fay. Dia sayang banget sama lo! Sekarang lo
pikir deh, untuk apa Ryan terus ngikutin lo? Karena dia pengen cinta dari elo,
Fay.”
“Gue masih nunggu penjelasan
dari Dio, gue nggak mau nerima kata putus dari dia sebelum gue tahu alasan yang
sebenarnya dia ninggalin gue.” Fay berkata tegas.
“Dio udah menghilang 1 tahun
yang lalu, dan mungkin dia udah nggak inget elo lagi,” Dita menasehati Fay yang
terus-terusan mikirin Dio yang kabur entah kemana.
“Dio mungkin bisa nglupain gue,
tapi gue masih berharap banget dia bakal balik… dan nggak akan ada seseorang
lagi sebelum Dio menjelaskan semuanya,”
Nggak ada yang bisa ngerubah
keputusan Fay, dia akan tetep nunggu Dio menemuinya dan menjelaskan kisah yang
sebenarnya belum bener-bener berakhir karena Fay tak pernah menerima kata putus
dari Dio.
***
Setiap hari Fay selalu melewati
rumah Dio yang dulu, ia berharap bisa bertemu Dio duduk di depan rumahnya lalu
melambaikan tangan sambil tersenyum menatapnya, namun tak pernah ia temukan
sosok itu dan sering sekali ia melihat bayangan itu tapi sedetik kemudian
hilang lagi. Fay selalu menanyakan keberadaan Dio pada tetangga sekitar rumah
Dio, tapi nihil yang didapatnya, ia tak pernah mendapat jawaban keberadaan Dio
yang sekarang.
Fay kembali ke rumahnya dengan
perasaan campur aduk, entah karena capek, atau karena tak menemukan Dio di
rumahnya. Seringkali Fay berfikir Dio benar-benar meninggalkannya dan nggak
akan kembali. Tapi rasa kepercayaan Fay mengalahkan segalanya, ia akan terus
bersabar sampai suatu saat nanti Tuhan akan mempertemukannya dan Fay yakin akan
hal itu.
“Dio… aku masih nunggu kamu!
Aku nggak akan ngebuka hati aku buat orang lain selain kamu… dan suatu saat
nanti, kita bakal ketemu lagi, dan kamu akan memeluk aku, karena hati ini hanya
dimiliki oleh satu orang, Cuma kamu…” Fay berkata di jendela kamarnya dan
seolah-olah angin akan merekam ucapan Fay dan mengirimkannya pada Dio.
***
Fay dan Dita menelusuri mall
selama 1 jam lamanya, mereka mencari buku untuk tugas di sekolah, namun tak juga
menemukannya.
Fay menatap lurus seolah-olah
ia melihat seorang yang selama ini memenuhi pikirannya. Dio. Fay melihat wajah
itu kian berada di book store. Dan Fay yakin, ia tidak mimpi.
Tanpa berpikir panjang lagi dan
sebelum orang itu menghilang, Fay menghampiri sosok tegap itu tanpa memberitahu
Dita. Ia gugup sekali, takut Dio tak mengingatnya lagi…
“Dio,” Fay memanggilnya penuh
arti.
Sosok itu berbalik, dan betapa
kagetnya saat ia melihat sosok gadis cantik di depannya. Dio pucat seketika
melihat Fay melihatnya. Dia pun hendak berlari dari tempat itu.
“Apa kamu tega ninggalin aku
lagi, setelah sekian tahun menghilang?” sambar Fay cepat sehingga Dio pun
menghentikan langkahnya.
Fay tahu apa yang akan ia
lakukan, memeluknya. Di dekapnya cowok itu erat tanpa peduli orang-orang
melihatnya. Fay sudah lama tidak mendekap tubuh cowok yang sangat ia cintai.
“Jangan konyol!”Dio berkata
sekeras mungkin dan melepas tangan Fay dari tubuhnya. Fay kaget, ia tak
menyangka Dio sudah benar-benar melupakannya.
“Dio… kamu nggak kangen sama
aku?” suara Fay melirih, menahan rasa sakitnya. Dio terpaku sesaat mendengar
suara lembut itu.
“Kita udah nggak ada hubungan
apa-apa lagi. Kamu harus ngerti,”
“Apa yang harus aku ngertiin
lagi? Aku udah cukup ngerti untuk sabar nunggu kamu, tapi ternyata kamu nggak
muncul-muncul untuk nemuin aku. Dan sekarang… aku bener-bener yakin nggak ada
lagi aku di hati kamu kan? Kamu nggak mau ketemu aku, kamu ngehindarin aku,
kamu nggak mau natap aku, kamu nggak mau aku peluk, itupun udah menjadi bukti
aku nggak seberharga sampah yang mungkin malah lebih berarti daripada aku… apa
kamu pikir setelah kamu menghilang dari aku, aku nggak bakal nyari kamu?”Fay
mulai terisak, ia merasa dirinya sudah tak berarti bagi Dio.
“Jangan nangis! Aku nggak suka
cewek cengeng!” Dio menjauh dari Fay seperti waktu Dio memutuskan hubungan
dengan Fay 1 tahun yang lalu…
***
Dio masuk ke dalam rumah
barunya, Fay melihat dari jauh di balik pohon halaman rumah Dio, Fay mengikuti
langkah Dio saat ia keluar dari book store, dan sampailah ia di rumah Dio yang
sekarang. Betapa senangnya Fay saat mengetahui dimana Dio tinggal dan ternyata
dia baik-baik saja. Meskipun ia tak memperdulikannya…
Fay bertekad untuk menemui Dio
di rumahnya, langkahnya pun gontai. Fay tak mau harapannya pupus di tengah
jalan hanya karena Dio sudah melupakannya. Sesaat Dio muncul membukakan pintu
saat ia mendengar ketukan.
Dio kaget melihat Fay, “Mau apa
lagi?” Tanya Dio dingin.
“Aku belum mau berhenti ngejar
kamu sebelum tahu apa yang terjadi,” jawab Fay tegar.
“Udah nggak penting lagi, Fay.
Buat apa kamu terus ngikutin aku? Sampai kapanpun aku nggak akan ngasih alasan
apapun! Dan nggak ada alasan yang mesti aku ucap,”
“Dio, aku tahu kamu punya
alasan! Jangan kamu pikir aku bodoh, percaya gitu aja sama kamu yang mutusin
aku tanpa sebab yang jelas! Kasih tahu aku,” jawab Fay cepat.
Sebelum Dio sempat menjawab, tiba-tiba muncul lelaki usia
40-an dan memakai pakaian putih sambil menenteng tas, seorang dokter.
Dio pucat melihat Dokternya itu
datang saat Fay ada di rumahnya. Ia sudah tak bisa menyembunyikannya lagi.
“Dio, ini resep obat kamu,
kemarin kamu sempat menelpon saya kan? Ya sudah, tebus lagi obatnya.” Dokter
itu memberikan sebuah resep lalu pergi dari tatapan Dio.
“Kamu sakit?” Fay sempat
tertegun melihat resep yang kini Dio pegang.
“Buat apa aku jawab? Lagipula
Cuma sakit kepala aja kok, dan ini bukan urusan kamu,”
“Dio! Kenapa kamu nganggep aku
kayak orang lain? Aku bukan orang lain…”
“Kalo kamu bukan orang lain,
terus siapa? Kamu bukan siapa-siapa aku!!” Dio menjerit.
“Kamu inget, dulu kamu bilang
sama aku kalo kita ini akan terus sama-sama… kalo pun kita pisah, kita akan
tetep saling menyanyangi… tapi kamu udah ngingkarin janji kamu! Padahal kamu
bilang itu saat aku ulang tahun, dan itu permohonan kamu kan? Tapi kenapa kamu
boong?” Fay terisak lagi.
Dio diem, betapa ia ingin
memeluk tubuh mungil itu namun tak juga mempunyai keberanian. Dia hanya menatap
Fay yang semakin terisak.
“Buat apa kamu dulu sayang sama
aku, kalo kamu akhirnya akan tega kayak gini? Buat apa???” Fay teriak histeris.
Tangan Dio menarik lengan Fay
ke dalam rumah, dia ingin menunjukan sesuatu.
“Kamu baca!”Dio memberikan dua
lembar kertas putih pada Fay. Sesaat kemudian Fay terpaku dan membuka mulutnya
lebar-lebar, kertas putih itupun jatuh ke lantai.
“Jadi ini? Ini alasan kamu
ninggalin aku? Karena kanker otak?” Fay tak bisa lagi untuk tidak meneteskan
air matanya yang udah terbendung di pelupuknya. Dio diem...
“Kamu pengecut! Kenapa kamu
nggak ngomong sama aku dari dulu? Kenapa?” Fay menggoyang-goyangkan tubuh Dio
yang lemas, karena gadis yang sangat dicintainya kini sudah mengetahui penyakit
yang dideritanya.
“Aku nggak mau kamu kasihan
ngliat aku dengan keadaan kayak gini,”kata Dio datar.
“Bodoh! Cuma karena itu? Apa
kamu juga nggak kasihan sama aku yang terus nunggu selama 1 tahun, hanya demi
penjelasan dari kamu?” Fay menjatuhkan lututnya ke lantai dan menangis sepuas
hatinya.
“Jangan cengeng, Fay! Aku nggak
mau kamu tangisin,”
“Aku nggak nangisin kamu! Aku
kecewa sama diri aku sendiri yang baru menyadari kalo... ”
Fay tak melanjutkan
kata-katanya, tangisnya semakin kenceng. Dio pun mengangkat lengan Fay dan
membantunya berdiri.
“Maaf…”Dio memeluk Fay.
Fay menangis dalam pelukan Dio
yang erat, dan Fay benar-benar kalut sekarang, ia akan terus bersama Dio atau
tidak…?
“Fay, dengerin aku…” Dio
berkata halus lalu mengusap air mata Fay yang terus mengalir deras di pipinya,
“Kamu jangan nangis lagi ya? Entar kalo aku udah pergi… kamu baru boleh nangis.
Tapi jangan--,”
“Diem!!! Aku nggak mau denger
itu lagi!” Fay menutup telinganya.
“Maafin aku... aku harus
ninggalin kamu, Fay. Meski itu bukan kehendak aku, tapi aku harus terima takdir
ini…”
“Dio, percaya sama aku! Kamu
nggak akan kemana-mana, kamu akan tetep disini sama aku! Kita udah janji untuk
saling sama-sama, untuk--,”
“Sssstt…”Dio menaruh jari
telanjuknya di bibir Fay. “Jangan terlalu berharap banyak, Fay. Belum saatnya…”
potong Dio lirih dengan mata yang berkaca-kaca.
“Harusnya kamu bilang sama aku
dari dulu! Tapi kenapa kamu ngerahasiain ini semua dari aku? Apa aku nggak
berhak tahu?”
“Aku nggak mau kamu ikut repot!
Aku pengen kamu bahagia sama cowok yang nggak pernyakitan kayak aku… nggak
pantes! Kamu udah nggak pantes deket-deket aku lagi, Fay.”
“Nggak! Asal kamu tahu aja, aku
nggak pernah punya hubungan sama cowok lagi setelah sama kamu! Aku nggak mau
posisi kamu di hati aku tergeser sama orang lain,”
Dio mencium kening Fay, dia
benar-benar beruntung memiliki seseorang yang sangat mencintainya.
“Aku tahu… tapi kamu nggak tahu,
setiap hari aku selalu ngikutin kamu kemana pun kamu pergi. Ke sekolah,
jalan-jalan sama Dita, dan aku nggak pernah liat kamu sama cowok. Malahan kamu
selalu lewat depan rumah aku yang dulu saat kamu pulang sekolah. Aku lihat kamu
waktu itu duduk di jendela sambil neriakin nama aku… aku tahu semuanya, Fay.”
Jelas Dio details dari yang ia ketahui.
Fay melongo, ia tak menyangka
Dio mengikutinya, “Aku tahu kamu masih sayang sama aku, tapi kamu janji ya
nggak akan ninggalin aku?”
“Iya, aku akan terus ada di samping
kamu, jadi aku bisa liat anak kamu nanti, terus aku bakal tersenyum liat kamu
sama suami kamu, tapi aku hanya bisa liat dari surga.” Jawab Dio tersenyum pada
Fay.
“Kenapa kamu ngomong gitu sih?
Apa kamu emang kepingin jauh dari aku? Aku nggak mau kamu ngrelain aku buat
orang lain,”
“Fay, suatu saat pasti kamu
punya suami… kamu hidup sama dia, sedangkan aku nggak, aku nggak bisa kayak
kamu yang hidup lama…”
“Aku bilang kamu jangan ngomong
itu! Kamu nggak boleh putus asa, Dio. Semuanya akan baik-baik aja…”
Dio mengembangkan senyumnya
pada Fay yang terus saja terisak. Tapi nggak lama setelah itu, Dio memegangi
kepalanya yang terasa berguncang hebat. Ia benar-benar tak bisa menahannya
lagi.
“Dio… kamu kenapa? Kamu nggak
bercanda kan? Dio…” Fay menutup mulutnya dan air matanya pun semakin deras
melihat kekasihnya meraung-raung kesakitan, “Dio, obat kamu mana?! Cepetan
kasih tahu aku! Dimana?” Fay mulai gelisah.
“Nggak, Fay! Obat aku
sebenernya udah habis. Makanya dokter tadi nganterin resep obat yang mesti aku
tebus. Tapi aku belum ke apotek kan? Aku…aku…” rasa sakit kepala Dio sudah tak
bisa dikendalikan lagi, tanpa obat.
“Sekarang aku harus nebus!” Fay
dengan cepat meraih resep yang tergeletak di meja. Tapi Dio mencegahnya.
“Ngapain kamu? Udah nggak ada waktu
lagi! Apotek jauh, Fay!”
“Kalo gitu aku telpon Dokter!”
Fay beranjak menelpon Dokter yang tadi menemui Dio.
“Aaaaaa... ”
Fay menoleh, dilihatnya Dio
kejang-kejang, ia langsung berlari memeluk Dio tapi tak mungkin, Dio sekarat.
Dio…
“Kamu sabar ya… aku udah nelpon
dokter,” Fay berkata di sela-sela tangisnya.
***
Fay menghampiri Dio yang kini
terbaring di rumah sakit, ia sudah sadar, dan Dio kini sudah bisa melihat Fay
lagi.
“Dio…” Fay merintih. Dio
tersenyum.
“Bisa-bisanya kamu senyum
dengan keadaan kamu kayak gini!” Fay membentak lirih, “Inget. Kamu jangan
tinggalin aku, kalo kamu ninggalin aku, aku nggak akan maafin kamu!”
“Itu berarti kamu marah sama
Tuhan, bukan sama aku!”
Fay menghela nafas… lalu mengeluarkannya.
“Dio, kata dokter kamu… kamu
bisa selamat Asalkan kamu mau ya di ope..ra…si,”
“Itu nggak akan pernah aku
lakuin! Aku nggak mau lupa sama kamu, sama kenangan kita, Fay. Biarin aku mati,
tapi aku masih bisa inget kenangan kita.”
“Dio… aku janji, kalo aku bakal
ngingetin kamu terus! Aku akan sabar, tapi kamu mau ya? Please… untuk aku?” Fay
terus membujuk Dio.
“Fay, aku nggak akan mau. Kamu
mungkin bisa ngomong gitu. Tapi kalo aku nggak bisa inget? Aku nggak mau jadi
beban buat kamu…”
“Tapi apa kamu tega, ninggalin
aku?” Dio
meraih tubuh Fay dan memeluknya erat. Mungkin ini adalah pelukan terakhirnya…
“Aku sayang kamu, Fay!” kata
Dio masih memeluknya
“Aku juga, Dio. Kamu jangan
pergi ya? Aku nggak bisa jauh dari kamu... ”
Namun pelukan itu tiba-tiba
terlepas, dan Fay pun bisa merasakannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Dio
yang tak tersadar, Fay mendekatkan telinganya di dada Dio, tak terdengar lagi
detak jantungnya. Berarti...
Fay menjerit, ia lalu pingsan
dan terjatuh tepat di atas tubuh Dio.
***
Tepat 1 tahun kematian Dio, dan
Fay pun pergi ke pemakaman tempat ia dimakamkan.
“Pagi, Dio… kamu masih inget
nggak permohonan kamu yang kamu ucapin waktu ulang tahun aku? Kamu minta supaya
kamu bisa sama-sama aku terus. Dan kamu inget nggak, kamu pernah ngasih kado
kalung buat aku... aku masih simpen, tapi... aku kembaliin ya? Mungkin dengan
kayak gini, aku bisa tenang. Kamu tahu nggak, aku lulus! Barusan aja aku liat
pengumuman. Dio … kalo aja, kamu sekarang di deket aku, pasti aku sama kamu
lagi ngerayain kelulusan kita...” kata Fay lalu meletakkan kalung yang
dibawanya di atas gundukan tanah itu.
“Makasih atas semuanya!” Fay
meninggalkan pemakaman Dio dan masuk ke dalam mobilnya…
“UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK”
TEMA : Ketulusan
TOKOH :
1.
FAY
2.
DIO
3.
RYAN
4.
DITA
PENOKOHAN :
1.
FAY : Sabar , Baik , Penyayang
2.
DIO : Tidak mau
merepotkan Fay
3.
RYAN : Sabar menunggu
Fay yang terus menolaknya
4.
DITA : Sahabat yang
baik yang selalu mau menolong sahabatnya
LATAR :
1.
LATAR TEMPAT : Di
kamar , Di sekolah , Di koridor , Di rumah Dio , Di Rumah Fay , Di mall , Di
book store , Di balik pohon di halaman rumah Dio , Di rumah baru Dio , Di Rumah
Sakit , & Di pemakaman.
2.
LATAR WAKTU : Pagi
hari , 1 tahun yg lalu , setiap hari , 1 tahun kematian Dio
3.
Latar Suasana
a.
Menyedihkan :
1.
Ketika Fay dan Dio
bertemu di Mall. Dan Dio tidak menganggap fay
2.
Ketika Dio bersama
Fay di rumah Dio dan Fay akhirnya mengetahui bahwa Dio menderita penyakit
kanker otak.
3.
Ketika Dio dibawa ke
rumah sakit dan Dio tidak mau dioperasi. Dan akhirnya Dio pergi untuk selamanya
di pelukan Fay.
4.
Ketika Fay mengunjungi
makam Dio untuk mengembalikan kalung pemberian Dio
b.
Membahagiakan
1.
Ketika Fay bertemu
Dio di book store. Setelah sekian tahun tak pernah bertemu.
2.
Ketika Fay menemukan
rumah baru Dio yang sudah lama dicari-carinya.
ALUR yang digunakan adalah alur maju
, karena menceritakan mulai dari kejadian awal sampai kejadia terakhir.
SUDUT PANDANG PENGARANG : Orang
Ketiga Pelaku Utama
GAYA BAHASA : Menggunakan majas
personifikasi : Fay berkata di jendela kamarnya dan seolah-olah angin
akan merekam ucapan Fay dan mengirimkannya pada Dio.
AMANAT : Kita sebaiknya bersikap
jujur , karena bohong tidak menyelesaikan masalah.
NILAI SOSIAL : Kesetiaan
HAL MENARIK :
Ketika
Fay telah menemukan rumah Dio yang baru dan masuk ke rumah tersebut dan menemui
Dio. Ketika Fay sedang berbicara dengan Dio seseorang yang berjas putih datang
dan memberikan sebuah resep kepada Dio. Dan disinilah Fay mengetahui penyakit
yang selama ini di derita Dio dan itulah yang menjadi alasan Dio memutuskan
Fay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar