BAB I Bidang-Bidang Studi Hukum
A. Pengantar
B. Sosiologi Hukum
C. Antropologi Hukum
D. Perbandingan Hukum
E. Sejarah Hukum
F. Politik Hukum
G. Psikiologi Hukum
H. Filasafat Hukum
A.
Pengantar
Hukum hakikatnya merupakan gejala dalam
kenyataan ilmu kemasyarakatan yang majemuk, yang mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase tahapan. Hukum berakar dan terbentuk dalam bentuk
proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial,
budaya, tekhnologi, keagamaan, dsb), dibentuk dan ikut membentuk tatanan
masyarakat, bentuknya ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya,
namun sekaligus ikut menentukan bentuk dan sifat-sifat masyarakat itu sendir
i, jadi dalam dinamikanya hukum itu dikondisi dan mengkondisi masyarakat, karena tujuan utamanya untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan secara konkret dalam masyarakat, mengenal hukum terkandung baik kecenderungan konservatif (mempertahankan dan memelihara apa yang sudah tercapai) maupun kecenderungan modernisme (membawa, mengkanalisasi, dan mengarahkan perubahan). Dengan kata lain menurut Mochtar Kusumatmadja dalam implementasinya hukum memerlukan kekuasaan dan sekaligus menentukan batas-batas serta cara-cara menggunakan kekuasaan itu.
i, jadi dalam dinamikanya hukum itu dikondisi dan mengkondisi masyarakat, karena tujuan utamanya untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan secara konkret dalam masyarakat, mengenal hukum terkandung baik kecenderungan konservatif (mempertahankan dan memelihara apa yang sudah tercapai) maupun kecenderungan modernisme (membawa, mengkanalisasi, dan mengarahkan perubahan). Dengan kata lain menurut Mochtar Kusumatmadja dalam implementasinya hukum memerlukan kekuasaan dan sekaligus menentukan batas-batas serta cara-cara menggunakan kekuasaan itu.
Hukum sejak zaman yunani kuno sudah
menarik perhatian dan menjadi diskursus di kalangan cendekiawan. Hal ini
karena, kenyataannya bahwa hukum termasuk kebutuhan esensial manusia dan
dampaknya terhadap kebutuhan manusia individual. Selain itu ditambah pula
dengan kemajemukannya, sehingga menyebabkan hukum itu dapat dipelajari dari
berbagai sudut pandang. Masalah fundamental yang pertama-tama tertarik
perhatiannya adalah para filsuf. Diskursus kefilsafatan tentang hukum biasanya
dikaitkan dengan kekuasaan. Dalam perjalanan waktu, setelah berlangsungnnya
perngajaran hukum yang memenuhi persyaratan ke-ilmiahan di berbagai universitas
di Eropa pada abad pertengahan, memunculkan diskursus ilmiah tentang hukum pada
tatanan ilmu positif. Diskursus ini dipelopori oleh Von Savigny, dalam
dinamikanya tatanan ilmu positif ini melahirkan berbagai disiplin ilmu hukum,
disamping filsafat hukum dan ilmu hukum, terdapat pula teori hukum, sejarah
hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, perbandingan hukum, logika hukum,
psikologi hukum.
B.
Sosiologi Hukum
Satjipto Rahardjo, mengatakan bahwa
objek telaah sosiologi hukum adalah hukum dari
sisi tampak sebagai kenyataan. Yakni, hukum sebagaimana dijalankan sehari-hari
oleh orang dalam masyarakat. Artinya, yang dipelajari dalam disiplin ilmiah ini
adalah kenyataan hukum. Dalam arti kenyataan kemasyarakatan berkenaan dengan
adanya aturan hukum yang mencakup hubungan saling mempengaruhi secara timbal
balik antara hukum dan proses kemasyarakatan.
Bernart Arief Sidarta mengemukakan:
“Sosiologi hukum didefinisikan sebagai ilmu yang berdasarkan analisis teoritis
dan penelitian empiris berusaha menetapkan dan menjelaskan pengaruh proses
kemasyarakatan dan prilaku orang terhadap pembentukan, penerapan, yurisprudensi
dan dampak kemasyarakatan aturan hukum dan sebaliknya pengaruh aturan hukum
terhadap proses kemsyarakatan dan prilaku orang.”
Sejalan dengan rumusan Bernart, Sarjono
Soekanto mengemukakan : “sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan
yang secara analisis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antar hukum
dan gejala-gejala sosial lainnya.
Definisi ini dipertegas oleh Soedjono
Dirjosisworo, : “sosiologi hukum adalah ilmu pengetahuan hukum yang melakukan
studi dan analisis empiris tentang hubungan timbal balik antara hukum dan
gejala-gejala sosial lain.
Bedasarkan definisi diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa sosiologi hukum merupakan bagian dari ilmu hukum yang
mengkaji hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara hukum dan
gejala sosial yang dilakukan secara analisis dan empiris. Dalam konteks ini
yang diartikan adalah suatu kompleksitas daripada sikap tindak manusia yang
betujuan untuk mencapai kedamaian di dalam pergaulan hidup.
C. Antropologi Hukum
Antara studi hukum dan antopologi terdapat suatu
hubungan yang erat, karena keduanya berbicara
dan mengkaji perihal ketertiban organisasi masyaratkat. Berikut pranata-pranata
pengendaliannya yang tergolong kajian-kajian sentral .
Karakteristik antropologi hukum terletak pada sifat
pengamatannnya, penyelidikannya dan pemahamannya yang secara menyeluruh terhapa
kehidupan manusia (sejarah manusia, lingkungan hidup, kehidupan keluarga,
pemukiman , ekonomi, politik, agama, bangsa)
sehingga pengertian-pengertian yang dibentuknya mempunyai nilai universal baik
menurut tempat maupun waktu.
Ruang lingkup persoalan yang dikaji oleh ahli
antropologi di bidang hukum cukup luas. Satjipto Rahardjo menyebutkan
diantaranya sebagai berikut :
1.
Bagaimana tipe-tipe badan yang
menjalankan pengadilan dan perantaraan dalam masyarakat
2.
Apakah
yang menjadi landasan kekuasaan dari badan-badan itu untuk menjalankan
peranannya sebagai penyelesaian sengketa
3.
Dalam keadaan tertentu, macam-macam
sengketa yang bagaimanakah yang menghendaki penyelesaian melalui pengadilan dan
yang manakah yang menghendaki perundingan.
4.
Fungsi serta efek ekosistemik yang
manakah yang bekerja atas suatu proses hukum? (meliputi penyelidikan terhadap
jaringan hubungan-hubungan sosial, psikologis, ekonomi dan politik antara para
pihak, wakil-wakil atau pendukung mereka dan kepala-kepala mereka) (aspek
penegak hukum : aturan, penegak hukum, budaya hukum
5.
Prosedur-prosedur manakah yang
dipakai untuk masing-masing jenis sengketa pada kondisi-kondisi tertentu?
(penyelidikan terhadap seg-segi sepert penangkapan tersangka, tempat
kejadiannya, bukti-bukti dan sebagainya ).
6.
Bagaimana keputusan itu dijalankan
7.
Bagaimana hukum berubah, CB, BB (RUTAN)
Jadi persoalan-persoalan yang banyak di kaji dalam
antropologi hukum adalah persoalan-persoalan tentang dan sekitar peneyelesaian
sengketa dalam masyarakat.
Dalam hubungan ini Surjono Soekanto dalam bukunya
“mengenal antropologi hukum “ bahwa antropolog hukum mempelajari pola-pola
sengketa dan penyelesainnya pada masyarakat sedrhana maupun
masyarakat-masyrakat yang sedang mengalami proses modernisasi
Para ahli belum sependapat bahwa antropologi hukum
hanya memusatkan perhatian pada masalah sengketa semata. Hal ini diungkapkan
secara pnjang oleh Abdurrahman dalam makalahnya yang berjudul “antroplogi hukum,
ruang lingkup dan perkembangannya dia Indonesia”, yang disampaikan dalam
diskusi antropologi hukum dalam diskusi di Unlam pada tanggal 20 februari 2009
yang menggambarkan bahwa ruang lingkup antropologi hukum itu ternyaata sangat
luas sekali, namun secara singakt dapat diakatan, bahwa antropologi hukum
adalah Suatu sistem kajian yang mempelajari hukum dengan latar belakang
budayanya.
D. Perbandingan Hukum
Perkataan “perbandingan” dapat diartikan sebagai
kegiatan untuk mengadakan identifikasi terhadap persamaan dan atau perbedaan
antara dua atau lebih gejala terentu.
Dalam literatul ilmu hukum, istilah perbandingan hukum
menunjukkan 2 pengertian berbeda. Pertama,
perbandingan hukum sebagai metode studi hukum, dan kedua perbandingan hukum
sebagai ilmu pengetahuan (yang juga menggunakan metode perbandingan), yang
membanding-bandingkan sistem hukum Negara yang satu dengan Negara yang lain. Perbandingan
hukum juga dapat diadakan dalam asatu Negara saja yang mempunyai system hukum
yang majemuk (pluralistic) seperti Indonesia, dapat diadakan perbandingan hukum
antara system hukum adat, atau antara hukum barat dengan system hukum adat.
Menurut Bernart Arief Sidharta mengatakan :
perbandingan hukum sebagai disiplin ilmiah adalah ilm yang mempelejarai dua
atau lebih system hukum posistif pada negara-negara atau lingkungan-lingkungan
hukum yang didalamnya system-sistem hukum yang ditelaah berlaku.
Studi perbandingan hukum dilakukan dengan maksud :
1.
Untuk menunjukkan persamaan dan
perbedaan yang ada diantara sistem hukum atau bidang-bidang hukum yang dipelajari.
2.
Untuk menjelaskan mengapa terjadi
persamaan atau perbedaan yang demikian itu, faktor-faktor apa yang
menebabkannya.
3.
Untuk memberikan penilaian terhadap
masing-masing system yang digunakan.
4.
Untuk memikirkan
kemungkinan-kemungkinan apa yang bias ditarik sebagai kelanjutan dari
hasil-hasil studi perbandingan yang telah dilakukan.
5.
Untuk merumuskan
kecenderungan-kecenderungan yang umum pada perkembangan hukum, termasuk
didalamnya irama dan ketentuan yang dapat dilihat pada perkembangan hukum
tersebut
6.
Untuk menemukan asas-asas yang
didapat sebagai hasil dari penyelidikan yang dilakukan dengan cara
membandingkan hukum tersebut
Perbandingan hukum sebagai disiplin ilmiah mandiri
harus dibedakan dari metode perbandingan hukum. Metode perbandingan hukum
adalah salah satu bentuk cara menanganni hukum atau cara melakukan dan
pengkajian ilmiah untuk memperoleh pengetahuan hukum. Perbandingan hukum
sebagai disiplin ilmiah adalah ilmu yang mempelajari dua atau lebih system
hukum positif pada Negara-negara atau lingkungan-lingkungan hukum yang
didalamnya system-sistem hukum yang ditelaah berlaku.
Dalam perbandingan hukum, isi dan bentuk system-sistem
hukum itu saling diperbandngkan untuk menemukan dan memaparkan persamaan-persamaan
dan perbedaan-perbedaan, serta menjelaskan factor-faktor yang menyebabkannya
dan kemungkinan arah perkembangannya.
E. Sejarah Hukum
Sejarah hukum adalah satu bidang studi hukum, yang
mempelajari perkembangan dan asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat
tertentu serta memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi waktu
yang berbeda pula. Soejono Soekanto mengatakan sejarah hukum adalah bidang
studi hukum yang mempelajari tentang perkembangan dan asal usul daripada sistem
hukum dalam suatu masyarakat tertentu.
Sejarah adalah suatu proses, jadi bukan sesuatu yang berhenti, melainkan sesuatu yang bergerak, bukan mati melainkan hidup.
Segala yang hidup selalu berubah.
Demikian juga masyarakat manusia, dan demikian juga bagian dari masyarakat yang
disebut hukum. Ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan, hukum adalah gejala
sejarah, ia mempunyai sejarah. Hukum sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada
pertumbuhan yang terus-menerus. Pengertian pertumbuhan memuat dua arti, yaitu
unsur perubahan dan unsur stabilitas. Demikian dikatakan Van Apeldoorn.
Selanjutnya, dikatakannya pula bahwa “hukum tumbuh”, itu terutama berarti ada
terdapat hubungan yang erat, sambung-menyambung atau hubungan yang tak
terputus-putus antara hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau. Hukum
pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Oleh karena
itu kita hanya dapat mengerti hukum pada masa kini dengan mempelajari sejarah.
Mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari
sejarah.
Selain itu
“hukum tumbuh” juga mengandung arti bahwa hukum itu berubah. Hukum sebagai
gejala masyarakat tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dengan yang
lainnya. Tumbuh, berubah dan lenyapnya lembaga-lembaga hukum ditentukan oleh
berbagai faktor masyarakat, faktor ekonomi, politik, agama dan susila.
Satjipto Rahardjo
mengatakan, dengan mengetahui dan memahami secara sistematis proses-proses
terbentuknya hukum, faktor-faktor yang menyebabkannya, interaksi faktor-faktor
yang mempengaruhinya, proses adaptasi terhadap hukum yang baru, fungsi
lembaga-lembaga hukum tertentu, faktor-faktor yang menyebabkan hapusnya atau
tidak digunakannya lagi suatu lembaga hukum tertentu, perkembangan
lembaga-lembaga hukum dari suatu sistem hukum tertentu dan sebagainya, akan
memberikan tambahan pengetahuan yang berharga untuk memahami gejala hukum dalam
masyarakat. Hal ini dilakukan oleh cabang studi hukum yang disebut sejarah
hukum.
F. Politik Hukum
Setiap masyarakat yang teratur, yang menentukan pola-pola
hubungan yang bersifat tetap antara para anggotanya, adalah masyarakat yang
mempunyai tujuan yang jelas. Politik adalah bidang yang berhubungan dengan
tujuan masyarakat tersebut.
Oleh karena itu maka politik hukum adalah suatu bidang
studi hukum, yang kegiatannya memilih atau menentukan hukum mana yang sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat.
Teuku Mohammad Radhie, mengartikan politik hukum
sebagai pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di
wilayahnya dan mengenai arah mana hukum hendak diperkembangkan. Selanjutnya
dikatakannya, kata “politik” dalam perkataan “politik hukum” dapat berarti
(bijaksanaan atau disebut dengan “policy” dan penguasa. Jadi dengan demikian
keikutsertaan negara dengan alat-alat perlengkapannya, sebagai penguasa
pergaulan hidup negara di dalam politik hukum ada tiga bagian, yaitu: (1)
melaksanakan hukum, (2) mempengaruhi perkembangan hukum dan (3) menciptakan
hokum yang tidak bertentangan dengan syariat.
Selanjutnya Sudiman
Kartohadiprodjo dalam bukunya “Pengantar Tata Hukum di Indonesia” mengatakan,
bahwa perhatian negara terhadap hukum dinamakan “politik hukum negara”. Politik
hukum negara ini dapat ditujukan kepada “bentuk” yang akan diberikan pada hukum
(dibiarkan tidak tertulis sebagai hiasaan dalam masyarakat atau ditulis dalam
peraturan perundang-undangan atau kodifikasi). Politik hukum negara dapat pula
ditujukan pada isi suatu kaidah hukum
yang harus disandarkan pada kesadaran
hukum masyarakat.
Secara umum Soerjono Soekanto menyebutkan, bahwa pada
politik hukum tercakup kegiatan memilih nilai-nilai yang menerapkan nilai-nilai
tersebut.
Suatu ketentuan umum mengharuskan agar politik hukum
suatu negara berdasarkan kepada “kepentingan rakyatnya”. Dan itulah dasar pokok
bagi politik hukum negara RI. Tujuan akhir yang hendak dicapai ialah menjadikan
masyarakatnya menjadi masyarakat yang adil dan makmur. Kalau setiap langkah
kegiatan penyiapan, penyusunan dan perumusan peraturan serta ketentuan untuk
masyarakat telah mengarah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, maka
benarlah politik hukum tersebut.
Politik hukum mencakup kegiatan-kegiatan memilih
nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai undang-undang.
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai. Kecuali itu
filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian
antara ketertiban dan ketenteraman; antara kelanggengan nilai-nilai lama
(konservatisme) dan pembaruan.
Dapat pula ditambahkan bahwa politik hukum selalu
berbicara tentang hukum yang dicita-citakan (ius
constituendum) dan berupaya menjadikannya sebagai hukum positif (ius constitutum) pada suatu masa
mendatang.
G. Psikologi Hukum
Psikologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajar hukum sebagai suatu perwujudan daripada jiwa manusia. Ilmu
pengetahuan ini mempel ajari
perikelakuan atau sikap tindak hukum yang mungkin merupakan perwujudan
gejala-gejala kejiwaan tertentu dan juga landasan kejiwaan dari perikelakuan
atau sikap tindak tertentu penjelasan.
Menurut teori Lamboroso, seorang penjahat itu sejak
lahir telah memiliki cirri-ciri tertentu atau dengan kata lain sifat penjahat
dari seseorang merupakan bawaan dari lahirnya. Teori ini sangat terkenal di
awal abad 20 namun banyak kritik terhadapnya karena penekanan bahasaan hanya
terhadap jasmani prilaku jasmani.
Meskipun psikologi hukum usianya masih sangat mudah,
tetap kebutuhan akan cabang ilmu pengetahuan ini sangat dirasakan. Misalnya
dalam bidang penekana hukum, psikologi hukum dapat menelaah factor-faktor
psikologis apakah yang mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah hukum
(berperikelakuan normal), dan meneliti factor-faktor apakah yang mungkin
mendorong untuk melanggara kaidah hukum (berperikelakuan abnormal). Walaupun
factor lingkungan ada pengaruhnya, tetapi tinjauan utamanya adalah factor
pribadi.
Pengungkapan factor-faktor psikologis mengapa
seseorang melakukan pelanggaran hukum, mempunyai arti penting dalam penegakan
hukum pidana di pengadilan. Dalam hukum pidana misalnya dibedakan ancaman
terhadap orang yang menghilangkan jiwa orang lain dengan sengaja dan tidak
dengan sengaja. Direncanakan dan tidak direncanakan, yang dilakukan oleh orang
yang sehat akal sehatnya dan orang yang gila.
Soejono Soekanto dalam bukunya “beberapa catatan
tentang psikologi hukum” menyebutkan secara terprinci pentingnya psikologi
hukum bagi penegakan hukum sebagai berikut :
1.
Untuk memberikan atau penfasiran
yang tepat pada kaidah hukum, serta pengertiannya, misalnya pengertian etikat
baik, etikat buruk, tidak dapat menjalankan kewajiban suami/istri,
mempertanggungjawabkan perbuatan dst.
2.
Untuk menerapkan hukum, dengan
mempertimbangkan keadaan psikologis pelaku.
3.
Untuk lebih menyeserasikan
ketertiban dan ketentraman yang menjadi tujuan utama hukum.
4.
Untuk sebanyak mungkin
menghindarkan penggunaan kekerasan dalam penegakan hukum
5.
Untuk memantapkan pelaksanaan
fungsi penegakan hukum dengan cara lebih mengenal diri atau lingkungannya.
6.
Untuk menentukan batas-batas
penggunaan hukum sebagai sarana pemeliharaan dan pencipataan kedamaian
H. Filsafat Hukum
Filsafat hukum adalah cabang fislsafat yakni filsafat
tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain
filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filsafat. Jadi, obyek
filsafat hukum adalah hukum yang dikaji secara mendalam.
Filsafat hukum adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hukum. Filsafat hukumdapat
juga dikatan sebagai ilmu pengetahuan tentang hakikat hukum.
Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hukum ini
misalnya :
1.
Apakah hukum itu sebenarnya?
2.
Mengapa hukum itu mengikat?
3.
Mengapa sebabnya orang menaati
hukum?
4.
Bagaimana hukum dan keadilan?
Kalau ilmu hukum hanya melihat hukum sebagai dan
sepanjang ia menjelma dalam perbuatan manusia, dalam kebiasaan-kebiasaan
masyarakat, yang dapat ditangkap dengan panca indra, maka filsafat hukum
menyingkap hakikat hukum itu.
makasi..
BalasHapusTerima kasih
BalasHapus