TEORI MASHAB DAN ALIRAN HUKUM


BAB III
MASHAB, TEORI, DAN ALIRAN HUKUM

1. a. Teori (Mazhab) Tentang Hukum
Barangkali kita bertanya, Darimanakah asalnya hukum dan mengapa orang mentaati hukum dan tunduk pada hukum ? Untuk menjawab hal itu dikenal berbagai teori dan aliran pendapat (mazhab)
dalam Ilmu Pengetahuan Hukum.
Teori Hukum hakekatnya adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan
.
1.  Teori Hukum Alam
Mazhab (teori) Hukum Alam telah ada sejak zaman Yunani Kuno yang diajarkan  antara lain oleh Aristoteles, yaitu membagi dua macam hukum antara lain :
a.     Hukum yang berlaku karena penetapan penguasa negara;
b.     Hukum yang tidak bergantung dari pandangan manusia tentang baik dan buruknya, hukum yang asli.
Hukum Alam menurut Hugo de Groof (Grotius) adalah pertimbangan pikiran yang menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar yang merupakan pernyataan pikiran (akal) manusia yang sehat mengenai persoalan apakah suatu perbuatan sesuai dengan kodrat manusia, karena itu apakah perbuatan tersebut diperlukan atau ditolak.
 

2.  Teori Sejarah
Aliran baru ini timbul di Eropa yang dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779-1861), bahwa hukum itu harus dipandang sebagai suatu penjelmaan jiwa atau rohani sesuatu bangsa; selalu ada hubungan yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu bangsa.
Menurut Von Savigny, Hukum itu itu tumbuh sendiri ditengah-tengah rakyat, jadi jelaslah bahwa hukum itu merupakan suatu rangkaian kesatuan dan tak terpisahkan dari sejarah suatu bangsa, dan karena itu hukum senantiasa berubah-ubah menurut tempat dan waktu.
3.  Teori Teokrasi
Pada masa lampau di Eropa para ahli fikir (filosof) menganggap dan mengajarkan, bahwa hukum itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh sebab itulah maka manusia diperintahkan Tuhan harus tunduk pada hukum.
Berhubung peraturan perundangan itu ditetapkan Penguasa Negara, maka seolah-olah para Raja dan Penguasa lainnya merupakan wakil Tuhan. Teori Teokrasi ini di Eropa Barat diterima umum hingga zaman Renaissance.
4.  Teori Kedaulatan Rakyat
Pada zaman Renaissance, timbul teori yang mengajarkan, bahwa dasar hukum itu adalah ‘akal’ atau ‘rasio’ manusia (aliran Rasionalisme). Menurut aliran rasionalisme ini, bahwa Raja dan penguasa Negara lainnya memperoleh kekuasaannya itu bukanlah dari Tuhan, tetapi dari rakyatnya.
Kemudian setelah itu pada abad ke-18 Jen Jacques Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu Negara adalah ‘perjanjian masyarakat’ (Contrat Social) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu Negara. Dasar pemahaman teori ini, bahwa Negara bersandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-peraturan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.
5.  Teori Kedaulatan Negara
Pada abad ke-19 Teori perjanjian masyarakat ditentang oleh teori yang mengatakan, bahwa kekuasaan hukum tidak dapat didasarkan atas kemauan bersama seluruh anggota masyarakat. Hukum itu ditaati karena Negaralah yang menghendakinya: Hukum adalah kehendak Negara dan Negara itu mempunyai kekuatan (power) yang tidak terbatas.
6.  Teori Kedaulatan Hukum
Prof. Mr. R. Krabbe dari Universitas Leiden menentang Teori Kedaulatan Negara ini. Beliau mengajarkan , bahwa Sumber Hukum ialah ‘rasa keadilan’. Menurut Krabbe, Hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak yang ditundukkan kepadanya.
Suatu peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dari jumlah terbanyak orang, tidak dapat mengikat. Pertauran perundangan yang demikian bukanlah ‘Hukum’ walaupun ia masih ditaati ataupun dipaksakan.
7.    Teori (Azas) Keseimbangan
Prof. Mr. Kranenburg, murid dan pengganti Prof. Mr. R. Krabbe berusaha mencari dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum orang, bahwa kesadaran hukum orang itu menjadi sumber hukum. Dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum orang dirumuskan sebagai berikut : Tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu.
2. b. Aliran - Aliran Hukum
1.Aliran Positivisme Hukum
Aliran Positivisme Hukum atau aliran legitimisme berkembang pada abad ke-19 setelah kepercayaan kepada ajaran hukum alam yang rasionalistik ditinggalkan orang.
Prinsip utama menurut aliran positivisme adalah :
a.  Hukum yang ditetapkan dalam undang-undang, maka hanya peraturan perundang-undangan yang disebut hukum.
b.  Hukum kebiasaan tidak dapat diterima sebagai hukum yang sungguh-sungguh.
Dengan demikian Aliran Legitimisme sangat mengagungkan hukum tertulis, dan beranggapan tidak ada norma hukum diluar hukum positif, semua persoalan dalam masyarakat diatur dengan hukum tertulis.
Selain itu hakekat dari aliran legitimisme merupakan penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis, sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Penganut ajaran positivisme hukum, John Austin (1790-1861) seorang ahli hukum Inggris menyatakan, bahwa satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara, yaitu sebagai pembuatnya langsung. Hukum yang bersumber dari itu harus di taati tanpa syarat, sekalipun terang dirasakan tidak adil.
Ajaran Positivisme telah melahirkan Teori Sistem yaitu teori yang menyatakan, bahwa hukum adalah suatu stelsel dari aturan yang berkaitan satu sama lain secara organis dari norma-norma yang terbentuk secara hirarkis.
2. Aliran Hukum Murni
Ajaran hukum murni hanya menghendaki hukum sebagai norma yang menjadi objek ilmu hukum, ajaran  Hukum Murni adalah teori tentang hukum positif, suatu ilmu pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada.
3.   Aliran Sosiologis
Menurut aliran sosiologis, hukum merupakan interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat. Hukum adalah gejala masyarakat, karenanya perkembangan hukum (timbulnya berubah dan lenyapnya) sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan hukum merupakan refleksi dari perkembangan masyarakat .
Kekuatan berlakunya hukum bergantung pada penerimaan masyarakat Sehingga faktor masyarakat menjadi sangat penting untuk mengetahui efektifitas hukum dalam masyarakat. Aliran ini dipelopori oleh Hammaker, Eugen Ehrlic dan Max Weber.
4.   Aliran Realisme Hukum
Aliran ini dikembangkan oleh ahli-ahli hukum realis di Amerika antara lain Karl Lewllyn (1893-1962), Jerome Frank (1889-1957), Hakim Agung Oliver Wendell Holmes (1841-1935) dan ahli hukum Skandinavia dimana para ahli realis yang menggunakan pendekatan sosiologis dengan semboyan ‘Hukum adalah apa yang dibuat oleh para hakim’. Menurut kaum realis hakim lebih layak disebut ‘pembuat hukum’ dari pada penemu hukum.
Didalam bidang filsafat hukum mengakibatkan pergeseran perhatian dari dunia teori yang mendominasi pemikiran filsafat sebelumnya kearah dunia praktek dalam hal ini penerapan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menurut Oliver Wendell Holmes hukum bukanlah apa yang tertulis tetapi hukum yang sebenrnya adalah hukum yang dijalankan.

---SELAMAT BELAJAR---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar